1.
Lingkungan
Geografis
Kompleks candi ini terletak di kecamatan Prambanan, Sleman dan
kecamatan Prambanan, Klaten, kurang lebih 17 kilometer timur
laut Yogyakarta, 50 kilometer barat daya Surakarta dan 120
kilometer selatan Semarang, persis di
perbatasan antara provinsi Jawa Tengah dan Daerah
Istimewa Yogyakarta. Letaknya
sangat unik, Candi Prambanan terletak di wilayah administrasi desa Bokoharjo, Prambanan, Sleman, sedangkan pintu masuk kompleks
Candi Prambanan terletak di wilayah adminstrasi desa Tlogo, Prambanan, Klaten. Terletak di utara Jl. Raya
Yogya-Solo. Dan bertepat pada letak astronomis 7,751919˚ Lintang selatan dan
110,492006˚ Bujur Timur.
2.
Kontek
Historis
Menurut prasasti Siwagrha yang telah berhasil dibaca oleh
De Casparis, candi ini mulai dibangun
pada sekitar tahun 850 masehi oleh Rakai Pikatan, dan terus
dikembangkan dan diperluas oleh Balitung Maha Sambu, di masa kerajaan Medang Mataram.
Nama Prambanan, berasal dari nama desa
tempat candi ini berdiri, diduga merupakan perubahan nama dialek bahasa Jawa dari
istilah teologi Hindu Para Brahman yang bermakna "Brahman Agung" yaitu Brahman atau
realitas abadi tertinggi dan teragung yang tak dapat digambarkan, yang kerap
disamakan dengan konsep Tuhan dalam
agama Hindu. Pendapat lain menganggap Para Brahman mungkin
merujuk kepada masa jaya candi ini yang dahulu dipenuhi oleh para brahmana. Pendapat lain
mengajukan anggapan bahwa nama "Prambanan" berasal dari akar kata mban dalam Bahasa Jawa yang bermakna
menanggung atau memikul tugas, merujuk kepada para dewa Hindu yang
mengemban tugas menata dan menjalankan keselarasan jagat.
Nama asli
kompleks candi Hindu ini adalah nama dari Bahasa Sansekerta; Siwagrha (Rumah Siwa) atau Siwalaya (Alam
Siwa), berdasarkan Prasasti Siwagrha yang
bertarikh 778 Saka (856 Masehi). Trimurti dimuliakan
dalam kompleks candi ini dengan tiga candi utamanya memuliakan Brahma, Siwa, dan Wisnu. Akan tetapi Siwa Mahadewa yang menempati ruang utama
di candi Siwa adalah dewa yang paling dimuliakan dalam kompleks candi ini.
Prambanan adalah candi Hindu
terbesar dan termegah yang pernah dibangun di Jawa kuno, pembangunan candi
Hindu kerajaan ini dimulai oleh Rakai Pikatan sebagai
tandingan candi Buddha Borobudur dan
juga candi Sewu yang terletak tak jauh dari Prambanan. Beberapa sejarawan lama
menduga bahwa pembangunan candi agung Hindu ini untuk menandai kembali
berkuasanya keluarga Sanjaya atas Jawa, hal ini terkait teori wangsa kembar
berbeda keyakinan yang saling bersaing; yaitu wangsa Sanjaya penganut Hindu dan
wangsa Sailendra penganut
Buddha. Pastinya, dengan dibangunnya candi ini menandai bahwa Hinduisme aliran
Saiwa kembali mendapat dukungan keluarga kerajaan, setelah sebelumnya
wangsa Sailendra cenderung lebih mendukung Buddha aliran Mahayana. Hal ini
menandai bahwa kerajaan Medang beralih fokus dukungan keagamaanya, dari Buddha
Mahayana ke pemujaan terhadap Siwa.
Bangunan
ini pertama kali dibangun sekitar tahun 850 Masehi oleh Rakai Pikatan dan secara
berkelanjutan disempurnakan dan diperluas oleh Raja Lokapala dan raja Balitung Maha Sambu.
Berdasarkan prasasti Siwagrha berangka tahun 856 M, bangunan suci ini dibangun untuk memuliakan
dewa Siwa, dan nama asli bangunan ini
dalam bahasa Sanskerta adalah Siwagrha (Sanskerta:Shiva-grha yang
berarti: 'Rumah Siwa') atau Siwalaya (Sanskerta:Shiva-laya yang
berarti: 'Ranah Siwa' atau 'Alam Siwa'). Dalam prasasti ini disebutkan
bahwa saat pembangunan candi Siwagrha tengah berlangsung, dilakukan juga
pekerjaan umum perubahan tata air untuk memindahkan aliran sungai di dekat
candi ini. Sungai yang dimaksud adalah sungai Opak yang
mengalir dari utara ke selatan sepanjang sisi barat kompleks candi Prambanan.
Sejarawan menduga bahwa aslinya aliran sungai ini berbelok melengkung ke arah
timur, dan dianggap terlalu dekat dengan candi sehingga erosi sungai dapat
membahayakan konstruksi candi. Proyek tata air ini dilakukan dengan membuat
sodetan sungai baru yang memotong lengkung sungai dengan poros utara-selatan
sepanjang dinding barat di luar kompleks candi. Bekas aliran sungai asli
kemudian ditimbun untuk memberikan lahan yang lebih luas bagi pembangunan
deretan candi perwara (candi pengawal atau candi pendamping).
Beberapa arkeolog berpendapat bahwa arca Siwa di garbhagriha (ruang
utama) dalam candi Siwa sebagai candi utama merupakan arca perwujudan
raja Balitung, sebagai arca
pedharmaan anumerta dirinya.
Kompleks
bangunan ini secara berkala terus disempurnakan oleh raja-raja Medang Mataram
berikutnya, seperti raja Daksa dan Tulodong, dan diperluas
dengan membangun ratusan candi-candi tambahan di sekitar candi utama. Karena
kemegahan candi ini, candi Prambanan berfungsi sebagai candi agung Kerajaan
Mataram, tempat digelarnya berbagai upacara penting kerajaan. Pada masa puncak
kejayaannya, sejarawan menduga bahwa ratusan pendeta brahmana dan
murid-muridnya berkumpul dan menghuni pelataran luar candi ini untuk
mempelajari kitab Weda dan melaksanakan
berbagai ritual dan upacara Hindu. Sementara pusat kerajaan atau keraton kerajaan
Mataram diduga terletak di suatu tempat di dekat Prambanan di Dataran Kewu.
Sekitar tahun 930-an, ibu
kota kerajaan berpindah ke Jawa Timur oleh Mpu Sindok, yang
mendirikan Wangsa Isyana. Penyebab kepindahan pusat kekuasaan ini tidak
diketahui secara pasti. Akan tetapi sangat mungkin disebabkan oleh letusan
hebat Gunung Merapi yang
menjulang sekitar 20 kilometer di utara candi Prambanan. Kemungkinan penyebab
lainnya adalah peperangan dan perebutan kekuasaan. Setelah perpindahan ibu
kota, candi Prambanan mulai telantar dan tidak terawat, sehingga pelan-pelan
candi ini mulai rusak dan runtuh.
Bangunan candi ini diduga benar-benar runtuh akibat gempa bumi hebat pada
abad ke-16. Meskipun tidak lagi menjadi pusat keagamaan dan ibadah umat Hindu,
candi ini masih dikenali dan diketahui keberadaannya oleh warga Jawa yang
menghuni desa sekitar. Candi-candi serta arca Durga dalam bangunan utama candi ini mengilhami
dongeng rakyat Jawa yaitu legenda Rara Jonggrang. Setelah
perpecahan Kesultanan Mataram pada tahun 1755, reruntuhan candi dan sungai
Opak di dekatnya menjadi tanda pembatas antara wilayah Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta (Solo).
Penduduk lokal warga Jawa di
sekitar candi sudah mengetahui keberadaan candi ini. Akan tetapi mereka tidak
tahu latar belakang sejarah sesungguhnya, siapakah raja dan kerajaan apa yang
telah membangun monumen ini. Sebagai hasil imajinasi, rakyat setempat
menciptakan dongeng lokal untuk menjelaskan asal-mula keberadaan candi-candi
ini; diwarnai dengan kisah fantastis mengenai raja raksasa, ribuan candi yang
dibangun oleh makhluk halus jin dan dedemit hanya dalam tempo satu malam, serta
putri cantik yang dikutuk menjadi arca. Legenda mengenai candi Prambanan
dikenal sebagai kisah Rara Jonggrang.
Pada tahun 1733, candi ini ditemukan oleh CA. Lons seorang berkebangsaan
Belanda. Candi ini menarik perhatian dunia ketika pada masa pendudukan Britania atas Jawa.
Ketika itu Colin Mackenzie, seorang surveyor bawahan Sir Thomas Stamford Raffles, menemukan candi ini. Meskipun Sir Thomas kemudian
memerintahkan penyelidikan lebih lanjut, reruntuhan candi ini tetap telantar
hingga berpuluh-puluh tahun. Penggalian tak serius dilakukan sepanjang 1880-an
yang sayangnya malah menyuburkan praktek penjarahan ukiran dan batu candi.
Kemudian pada tahun 1855 Jan Willem
IJzerman mulai membersihkan dan
memindahkan beberapa batu dan tanah dari bilik candi. Beberapa saat
kemudian Isaäc Groneman melakukan pembongkaran besar-besaran dan
batu-batu candi tersebut ditumpuk secara sembarangan di sepanjang Sungai Opak. Arca-arca dan
relief candi diambil oleh warga Belanda dan dijadikan hiasan taman, sementara
warga pribumi menggunakan batu candi untuk bahan bangunan dan pondasi rumah.
Pemugaran dimulai pada tahun
1918, akan tetapi upaya serius yang sesungguhnya dimulai pada tahun 1930-an.
Pada tahun 1902-1903, Theodoor van
Erp memelihara bagian yang rawan runtuh. Pada
tahun 1918-1926, dilanjutkan oleh Jawatan Purbakala (Oudheidkundige
Dienst) di bawah P.J. Perquin dengan cara yang lebih sistematis sesuai
kaidah arkeologi. Sebagaimana diketahui para pendahulunya melakukan pemindahan
dan pembongkaran beribu-ribu batu secara sembarangan tanpa memikirkan adanya
usaha pemugaran kembali. Pada tahun 1926 dilanjutkan De Haan hingga akhir
hayatnya pada tahun 1930. Pada tahun 1931 digantikan oleh Ir. V. R. van Romondt hingga pada tahun 1942 dan kemudian diserahkan kepemimpinan
renovasi itu kepada putra Indonesia dan itu berlanjut hingga tahun 1993 .
Upaya renovasi terus menerus dilakukan bahkan hingga kini. Pemugaran candi
Siwa yaitu candi utama kompleks ini dirampungkan pada tahun 1953 dan diresmikan
oleh Presiden pertama Republik Indonesia Sukarno. Banyak bagian
candi yang direnovasi, menggunakan batu baru, karena batu-batu asli banyak yang
dicuri atau dipakai ulang di tempat lain. Sebuah candi hanya akan direnovasi
apabila minimal 75% batu asli masih ada. Oleh karena itu, banyak candi-candi
kecil yang tak dibangun ulang dan hanya tampak fondasinya saja.
Kini, candi ini termasuk dalam Situs Warisan Dunia yang dilindungi oleh UNESCO, status ini diberikan UNESCO pada tahun 1991. Kini,
beberapa bagian candi Prambanan tengah direnovasi untuk memperbaiki kerusakan
akibat gempa Yogyakarta 2006. Gempa ini telah merusak sejumlah bangunan dan
patung.
Pada awal tahun 1990-an
pemerintah memindahkan pasar dan kampung yang merebak secara liar di sekitar
candi, menggusur kawasan perkampungan dan sawah di sekitar candi, dan memugarnya
menjadi taman purbakala. Taman purbakala ini meliputi wilayah yang luas di tepi
jalan raya Yogyakarta-Solo di sisi selatannya, meliputi seluruh kompleks candi
Prambanan, termasuk Candi Lumbung, Candi Bubrah, dan Candi Sewu di sebelah
utaranya. Pada tahun 1992 Pemerintah Indonesia Perusahaan milik negara, Persero
PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko. Badan usaha ini
bertugas mengelola taman wisata purbakala di Borobudur, Prambanan, Ratu Boko,
serta kawasan sekitarnya. Prambanan adalah salah satu daya tarik wisata terkenal
di Indonesia yang banyak dikunjungi wisatawan dalam negeri ataupun wisatawan mancanegara.
Tepat di seberang sungai Opak dibangun kompleks panggung dan gedung
pertunjukan Trimurti yang secara rutin menggelar pertunjukan Sendratari Ramayana. Panggung
terbuka Trimurti tepat terletak di seberang candi di tepi Barat sungai Opak
dengan latar belakang Candi Prambanan yang disoroti cahaya lampu. Panggung
terbuka ini hanya digunakan pada musim kemarau, sedangkan pada musim penghujan,
pertunjukan dipindahkan di panggung tertutup. Tari Jawa Wayang orang Ramayana
ini adalah tradisi adiluhung keraton Jawa yang
telah berusia ratusan tahun, biasanya dipertunjukkan di keraton dan mulai dipertunjukkan
di Prambanan pada saat bulan purnama sejak tahun 1960-an. Sejak saat itu
Prambanan telah menjadi daya tarik wisata budaya dan purbakala utama di
Indonesia.
Setelah pemugaran besar-besaran tahun 1990-an, Prambanan juga kembali
menjadi pusat ibadah agama Hindu di Jawa. Kebangkitan kembali nilai keagamaan
Prambanan adalah karena terdapat cukup banyak masyarakat penganut Hindu, baik pendatang
dari Bali atau warga Jawa yang kembali menganut Hindu yang bermukim di
Yogyakarta, Klaten dan sekitarnya. Tiap tahun warga Hindu dari provinsi Jawa
Tengah dan Yogyakarta berkumpul di candi Prambanan untuk menggelar upacara pada
hari suci Galungan, Tawur Kesanga, dan Nyepi.
Pada 27 Mei 2006 gempa bumi dengan kekuatan 5,9 pada skala Richter (sementara United States
Geological Survey melaporkan
kekuatan gempa 6,2 pada skala Richter) menghantam daerah Bantul dan sekitarnya. Gempa ini menyebabkan kerusakan
hebat terhadap banyak bangunan dan kematian pada penduduk sekitar. Gempa ini
berpusat pada patahan tektonik Opak yang patahannya sesuai arah lembah sungai
Opak dekat Prambanan. Salah satu bangunan yang rusak parah adalah kompleks
Candi Prambanan, khususnya Candi Brahma. Foto awal menunjukkan bahwa meskipun
kompleks bangunan tetap utuh, kerusakan cukup signifikan. Pecahan batu besar,
termasuk panil-panil ukiran, dan kemuncak wajra berjatuhan dan berserakan di
atas tanah. Candi-candi ini sempat ditutup dari kunjungan wisatawan hingga
kerusakan dan bahaya keruntuhan dapat diperhitungkan. Balai arkeologi
Yogyakarta menyatakan bahwa diperlukan waktu berbulan-bulan untuk mengetahui
sejauh mana kerusakan yang diakibatkan gempa ini. Beberapa minggu kemudian,
pada tahun 2006 situs ini kembali dibuka untuk kunjungan wisata. Pada tahun
2008, tercatat sejumlah 856.029 wisatawan Indonesia dan 114.951 wisatawan
mancanegara mengunjungi Prambanan. Pada 6 Januari 2009 pemugaran candi Nandi
selesai. Pada tahun 2009, ruang dalam candi utama tertutup dari kunjungan
wisatawan atas alasan keamanan.
3.
Kontek
Arkeologi
Di Candi Prambanan ditemukan berbagai arca dimana
diantaranya adalah Dewa Siwa, Agastya, Dewa Ganesha, Dewi Durga, Dewa Brahma,
Dewa Wisnu, Mahakala, Nandiswara, Dewa Candra, dan Dewa Surya. Di Candi Siwa
(Candi utama) terdapat 6 arca, antara lain Dewa Siwa di bilik utama, Agastya di
relung selatan candi utama, Dewa Ganesha di relung barat atau belakang candi
utama, Dewi Durga di relung utara candi utama, Mahakala di relung sebelah kanan
pintu masuk candi utama, dan Nandiswara di relung sebelah kiri pintu masuk
candi utama. Kemudian di Candi Wisnu (di sebelah utara candi induk) terdapat
arca Dewa Wisnu saja di bilik utama Candi Wisnu (candi terletak di sebelah kiri
atau utara candi utama). Di Candi Brahma terdapat arca Dewa Brahma di bilik
utama Candi Brahma (candi terletak di sebelah kanan atau selatan candi utama).
Didepan ketiga candi (candi utama dan kanan-kirinya) terdapat tiga candi
pendamping yang berfungsi untuk mendampingi setiap candi tersebut. Di depan
Candi Siwa (candi induk) terdapat candi wahana Nandi yang dimana di dalamnya
terdapat arca Nandi, Nandi merupakan kendaraan Dewa Siwa. Di depan Candi Wisnu
terdapat Candi wahana Garuda yang terdapat bilik utama yang diyakini dulu
terdapat arca Garuda, namun saat ini hanya terdapat arca kecil berwujud seekor
naga. Garuda merupakan kendaraan Dewa Wisnu. Sedangkan di depan Candi Brahma
terdapan Candi wahana Angsa, namun saat ini tidak ditemukan apapun dalam bilik
tersebut. Angsa merupakan kendaraan Dewa Brahma.
4.
Konteks Historis / Cerita
Rakyat
Cerita rakyat yang berkembang di sekitar Candi Prambanan
adalah legenda Roro Jonggrang yang dimana diyakini oleh masyarakat sekitar
adanya patung Roro Jonggrang di Candi Prambanan, sehingga Candi Prambanan juga
disebut oleh masyarakat sekitar seagai Candi Roro Jonggrang. Sebenarnya bukan
patung Roro Jonggrang melainkan Patung Dewi Durga di bilik utama Candi Induk.
Kisah dimulai dengan adanya kerajaan yang damai dan makmur disebut sebagai
Kerajaan Boko yang dipimpin oleh Prabu Baka. Prabu Baka memiliki putri yang
cantik jelita bernama Roro Jonggrang. Pada suatu saat kerajaan diserang oleh
kerajaan lain yang dipimpin oleh Bandung Bondowoso. Pada saat penyerangan
tersebut sang Prabu Baka gugur, dan kemenangan ditangan Bandung Bondowoso.
Bandung Bondowoso berniat mengambil Roro Jonggrang, putri Prabu Baka untuk
dijadikan istrinya. Sang putri merasa sakit hati atas kematian ayahnya.
Sehingga ia pun memberikan syarat yang tidak masuk akal untuk mempermalukan
Bandung Bondowoso, yakni membuat seribu candi beserta dengan arcanya hanya
dalam waktu semalam.
Namun diluar dugaan Sang Putri, Bandung Bondowoso dengan
segala kesaktiannya, ia mampu mendatangkan ribuan jin yang akan membangun candi
tersebut. Ketika masih tengah malam bangunan candi telah hampir selesai dan
Roro Jonggrang pun khawatir bila candi selesai pada saat sebelum fajar tiba.
Maka ia pun memikirkan cara agar supaya candi tidak dapat diselesaikan sebelum
fajar tiba. Roro Jonggrang pun membangunkan semua gadis di Prambanan dan
menyuruh untuk membakar jerami di sisi timur, dan menumbuk padi serta
membangunkan ayam-ayam jago untuk berkokok pertanda pagi tiba. Bandung
Bondowoso pun sangat murka mengetahui usaha kerasnya digagalkan oleh Roro
Jonggrang. Didalam kemurkaannya, Bandung Bondowoso mengutuk Roro Jonggrang
sebagai penggenap patung yang keseribu dan para gadis-gadis Prambanan dikutuk
menjadi “Perawan Tua” karena telah membantu Roro Jonggrang.
5.
Deskripsi
Situs
Pintu masuk ke kompleks
bangunan ini terdapat di keempat arah penjuru mata angin, akan tetapi arah
hadap bangunan ini adalah ke arah timur, maka pintu masuk utama candi ini
adalah gerbang timur. Kompleks candi Prambanan terdiri dari:
a.
3 Candi Trimurti: candi Siwa,
Wisnu, dan Brahma
b.
3 Candi Wahana: candi Nandi,
Garuda, dan Angsa
c.
2 Candi Apit: terletak
antara barisan candi-candi Trimurti dan candi-candi Wahana di sisi utara dan
selatan
d.
4 Candi Kelir: terletak di 4
penjuru mata angin tepat di balik pintu masuk halaman dalam atau zona inti
e.
4 Candi Patok: terletak di 4
sudut halaman dalam atau zona inti
f.
224 Candi Perwara: tersusun dalam
4 barisan konsentris dengan jumlah candi dari barisan terdalam hingga terluar:
44, 52, 60, dan 68
Maka terdapat total 240 candi di kompleks Prambanan.
Aslinya terdapat 240 candi
besar dan kecil di kompleks Candi Prambanan. Tetapi kini hanya tersisa 18
candi; yaitu 8 candi utama dan 8 candi kecil di zona inti serta 2 candi
perwara. Banyak candi perwara yang belum dipugar, dari 224 candi perwara hanya
2 yang sudah dipugar, yang tersisa hanya tumpukan batu yang berserakan.
Kompleks candi Prambanan terdiri atas tiga zona; pertama adalah zona luar,
kedua adalah zona tengah yang terdiri atas ratusan candi, ketiga adalah zona
dalam yang merupakan zona tersuci tempat delapan candi utama dan delapan kuil
kecil.
Penampang denah kompleks
candi Prambanan adalah berdasarkan lahan bujur sangkar yang terdiri atas tiga bagian atau zona, masing-masing halaman zona ini
dibatasi tembok batu andesit. Zona terluar ditandai dengan pagar bujur sangkar
yang masing-masing sisinya sepanjang 390 meter, dengan orientasi Timur Laut -
Barat Daya. Kecuali gerbang selatan yang masih tersisa, bagian gerbang lain dan
dinding candi ini sudah banyak yang hilang. Fungsi dari halaman luar ini secara
pasti belum diketahui; kemungkinan adalah lahan taman suci, atau kompleks
asrama Brahmana dan murid-muridnya. Mungkin dulu bangunan yang berdiri di
halaman terluar ini terbuat dari bahan kayu, sehingga sudah lapuk dan musnah
tak tersisa.
Candi Prambanan adalah salah
satu candi Hindu terbesar di Asia Tenggara selain Angkor Wat. Tiga candi
utama disebut Trimurti dan dipersembahkan kepada tiga dewa utama Trimurti: Siwa sang Penghancur, Wisnu sang Pemelihara dan Brahma sang Pencipta. Di kompleks candi ini Siwa
lebih diutamakan dan lebih dimuliakan dari dua dewa Trimurti lainnya. Candi
Siwa sebagai bangunan utama sekaligus yang terbesar dan tertinggi, menjulang
setinggi 47 meter.
Candi Siwa
Halaman dalam adalah zona
paling suci dari ketiga zona kompleks candi. Pelataran ini ditinggikan
permukaannya dan berdenah bujur sangkar dikurung pagar batu dengan empat
gerbang di empat penjuru mata angin. Dalam halaman berpermukaan pasir ini
terdapat delapan candi utama; yaitu tiga candi utama yang disebut candi Trimurti ("tiga
wujud"), dipersembahkan untuk tiga dewa Hindu tertinggi: Dewa Brahma Sang Pencipta, Wishnu Sang Pemelihara, dan Siwa Sang Pemusnah.
Candi Siwa sebagai candi
utama adalah bangunan terbesar sekaligus tertinggi di kompleks candi Rara Jonggrang, berukuran tinggi 47 meter dan luas 34x34 meter. Puncak mastaka atau kemuncak candi ini
dimahkotai modifikasi bentuk wajra yang melambangkan intan atau halilintar. Bentuk
wajra ini merupakan versi Hindu sandingan dari stupa yang ditemukan pada kemuncak candi Buddha. Candi
Siwa dikelilingi lorong galeri yang dihiasi relief yang menceritakan kisah Ramayana; terukir di
dinding dalam pada pagar langkan. Di atas pagar langkan ini dipagari jajaran
kemuncak yang juga berbentuk wajra. Untuk mengikuti kisah sesuai urutannya,
pengunjung harus masuk dari sisi timur, lalu melakukan pradakshina yakni berputar mengelilingi candi sesuai arah jarum jam. Kisah
Ramayana ini dilanjutkan ke Candi Brahma.
Candi Siwa di tengah-tengah,
memuat lima ruangan, satu ruangan di setiap arah mata angin dan
satu garba griha, yaitu ruangan utama dan terbesar yang terletak di
tengah candi. Ruangan timur terhubung dengan ruangan utama tempat bersemayam
sebuah arca Siwa Mahadewa(Perwujudan Siwa sebagai Dewa Tertinggi) setinggi tiga
meter.
Tiga ruang yang lebih kecil
lainnya menyimpan arca-arca yang ukuran lebih kecil yang berkaitan dengan Siwa.
Di dalam ruang selatan terdapat Resi Agastya, Ganesha putra Siwa di ruang barat, dan di ruang utara terdapat
arca sakti atau istri Siwa, Durga Mahisasuramardini, menggambarkan Durga sebagai pembasmi Mahisasura, raksasa Lembu yang
menyerang swargaloka. Arca Durga ini juga disebut sebagai Rara Jonggrang (dara
langsing) oleh penduduk setempat. Arca ini dikaitkan dengan tokoh putri
legendaris Rara Jonggrang.
Candi Brahma dan Candi Wishnu
Dua candi lainnya
dipersembahkan kepada Dewa Wisnu, yang terletak di sisi utara dan satunya
dipersembahkan kepada Brahma, yang terletak
di sisi selatan. Kedua candi ini memiliki bentuk dan ukuran yang sama yakni lebar 20 x 20 meter dan tinggi 33 meter, dan sama-sama menghadap ke timur dan hanya terdapat satu ruang, yang
dipersembahkan untuk dewa-dewa ini. Dari persamaan terdapat perbedaan yakni Candi Brahma menyimpan arca Brahma dan Candi Wishnu
menyimpan arca Wishnu yang berukuran tinggi hampir 3 meter. Selain itu, di Candi Brahma
terpahat lanjutan kisah Ramayana dari Candi Siwa. Dan di Candi Wisnu dipahatkan
relief cerita Kresnayana (Awatara atau titisan Dewa Wisnu).
Candi Wahana
Tepat di depan candi
Trimurti terdapat tiga candi yang lebih kecil daripada candi Brahma dan Wishnu
yang dipersembahkan kepada kendaraan atau wahana dewa-dewa ini; sang lembu Nandi wahana Siwa, sang Angsa wahana Brahma, dan sang Garuda wahana Wisnu. Candi-candi wahana ini terletak tepat di depan dewa penunggangnya. Di depan candi Siwa terdapat
candi Nandi, di dalamnya terdapat arca lembu Nandi. Ukuran candi ini setinggi 25
meter dan lebar 15 x 15 meter. Pada dinding di belakang arca Nandi ini di kiri dan
kanannya mengapit arca Chandra dewa bulan
dan Surya dewa
matahari. Chandra digambarkan berdiri di atas kereta yang ditarik 10 kuda,
sedangkan Surya berdiri di atas kereta yang ditarik 7 kuda. Tepat di depan
candi Brahma terdapat candi Angsa. Candi ini kosong dan tidak ada arca Angsa di
dalamnya. Mungkin dulu pernah bersemayam arca Angsa sebagai kendaraan Brahma di
dalamnya. Candi angsa memiliki ukuran tinggi 22 meter dan lebar 13 x 13 meter. Di depan candi Wishnu terdapat candi yang
dipersembahkan untuk Garuda, akan tetapi
sama seperti candi Angsa, di dalam candi ini tidak ditemukan arca Garuda. Ukuran candi ini sama dengan
candi angsa. Mungkin dulu arca Garuda
pernah ada di dalam candi ini. Hingga kini Garuda menjadi lambang penting di
Indonesia, yaitu sebagai lambang negara Garuda Pancasila.
Candi Apit, Candi Kelir, dan Candi Patok
Di antara baris keenam
candi-candi utama ini terdapat Candi Apit. Ukuran Candi Apit hampir
sama dengan ukuran candi perwara, yaitu tinggi 14 meter dengan tapak denah 6 x
6 meter. Disamping 8 candi utama ini terdapat candi kecil berupa kuil kecil
yang mungkin fungsinya menyerupai pelinggihan dalam Pura Hindu Bali tempat meletakan canang atau sesaji,
sekaligus sebagai aling-aling di depan pintu masuk. Candi-candi kecil ini
yaitu; 4 Candi Kelir pada empat penjuru mata angin di muka
pintu masuk, dan 4 Candi Patok di setiap sudutnya. Candi Kelir
dan Candi Patok berbentuk miniatur candi tanpa tangga dengan tinggi sekitar 4,10 meter dan lebar 1,55 x 1,55 meter.
Candi Perwara
Dua dinding berdenah bujur
sangkar yang mengurung dua halaman dalam, tersusun dengan orientasi sesuai
empat penjuru mata angin. Dinding kedua berukuran panjang 225 meter di tiap
sisinya. Di antara dua dinding ini adalah halaman kedua atau zona kedua. Zona kedua
terdiri atas 224 candi perwara yang disusun dalam empat baris konsentris.
Candi-candi ini dibangun di atas empat undakan teras-teras yang makin ke tengah
sedikit makin tinggi. Empat baris candi-candi ini berukuran lebih kecil
daripada candi utama. Candi-candi ini disebut "Candi Perwara" yaitu
candi pengawal atau candi pelengkap. Candi-candi perwara disusun dalam empat
baris konsentris baris terdalam terdiri atas 44 candi, baris kedua 52 candi,
baris ketiga 60 candi, dan baris keempat sekaligus baris terluar terdiri atas
68 candi.
Masing-masing candi perwara
ini berukuran tinggi 14 meter dengan tapak denah 6 x 6 meter, dan jumlah
keseluruhan candi perwara di halaman ini adalah 224 candi. Kesemua candi
perwara ini memiliki satu tangga dan pintu masuk sesuai arah hadap utamanya,
kecuali 16 candi di sudut yang memiliki dua tangga dan pintu masuk menghadap ke
dua arah luar. Jika kebanyakan atap candi di halaman dalam zona inti
berbentuk wajra, maka atap candi perwara berbentuk ratna yang melambangkan permata.
Aslinya ada banyak candi
yang ada di halaman ini, akan tetapi hanya sedikit yang telah dipugar. Bentuk
candi perwara ini dirancang seragam. Sejarawan menduga bahwa candi-candi ini
dibiayai dan dibangun oleh penguasa daerah sebagai tanda bakti dan persembahan
bagi raja. Sementara ada pendapat yang mengaitkan empat baris candi perwara
melambangkan empat kasta, dan hanya
orang-orang anggota kasta itu yang boleh memasuki dan beribadah di dalamnya;
baris paling dalam hanya oleh dimasuki kasta Brahmana, berikutnya
hingga baris terluar adalah barisan candi untuk Ksatriya, Waisya, dan Sudra. Sementara pihak lain menganggap tidak ada kaitannya
antara candi perwara dan empat kasta. Barisan candi perwara kemungkinan dipakai
untuk beribadah, atau tempat bertapa (meditasi) bagi pendeta dan umatnya.
Pada saat pemugaran, tepat
di bawah arca Siwa di bawah ruang utama candi Siwa terdapat sumur yang
didasarnya terdapat pripih (kotak batu). Sumur ini sedalam
5,75 meter dan peti batu pripih ini ditemukan diatas timbunan arang kayu,
tanah, dan tulang belulang hewan korban. Di dalam pripih ini terdapat
benda-benda suci seperti lembaran emas dengan aksara bertuliskan Waruna (dewa laut) dan Parwata (dewa gunung). Dalam peti batu ini terdapat
lembaran tembaga bercampur arang, abu, dan tanah, 20 keping uang kuno, beberapa
butir permata, kaca, potongan emas, dan lembaran perak, cangkang kerang, dan 12
lembaran emas (5 diantaranya berbentuk kura-kura, ular naga (kobra),padma, altar, dan telur).
Relief
Ramayana dan Krishnayana
Candi ini dihiasi relief naratif yang menceritakan epos Hindu; Ramayana dan Krishnayana. Relif berkisah ini diukirkan pada dinding sebelah dalam pagar langkan
sepanjang lorong galeri yang mengelilingi tiga candi utama. Relief ini dibaca
dari kanan ke kiri dengan gerakan searah jarum jam mengitari candi. Hal ini
sesuai dengan ritual pradaksina, yaitu ritual mengelilingi bangunan suci searah jarum
jam oleh peziarah. Kisah Ramayana bermula di sisi timur candi Siwa dan
dilanjutkan ke candi Brahma temple. Pada pagar langkan candi Wisnu terdapat
relief naratif Krishnayana yang menceritakan kehidupan Krishna sebagai
salah satu awatara Wishnu.
Relief Ramayana
menggambarkan bagaimana Shinta, istri Rama, diculik oleh Rahwana. Panglima
bangsa wanara (kera), Hanuman, datang ke
Alengka untuk membantu Rama mencari Shinta. Kisah ini juga ditampilkan dalam
Sendratari Ramayana, yaitu pagelaran wayang orang Jawa yang
dipentaskan secara rutin di panggung terbuka Trimurti setiap malam bulan
purnama. Latar belakang panggung Trimurti adalah pemandangan megah tiga candi
utama yang disinari cahaya lampu.
Berikut urutan panil Prambanan yang berkisah tentang Ramayana:
1. Lima dewa menangis di hadapan
Dewa Wisnu.
2. Menghadap Raja Dasarata (ayah Sri
Rama) dan permaisuri Pendeta Wiswamitra.
3. Raja Dasarata membei hormat
kepada tamunya.
4. Rama membunuh raksasa perempuan.
5. Semuanya menuju pertapaan Pendeta
Wiswamitra, Rama membunuh Danawa.
6. Rama menarik busur.
7. Rama dan Shinta (istrinya)
beserta Laksmana (adik Sri Rama seayah namun lain ibu, ibunya bernama Sumitra) pulang
ke Kerajaan Ayodya.
8. Rama berhasil menarik busur
Parasurama.
9. Dasarata menobatkan Rama sebagai
penggantinya dalam memerintah Ayodya, namun mendapat tentangan dari ibu tirinya
(Kekayi, istri ketiga Prabu Dasarata).
10. Barata, adik Sri Rama seayah
namun lain ibu (anak Dewi Kekayi) dinobatkan menjadi raja dengan tari-tarian.
11. Dasarata dan Kosaya, ibu Sri Rama
bersedih karena Rama meninggalkan kerajaan.
12. Sri Rama, Shinta, dan Laksmana
meninggalkan kerajaan.
13. Persiapan pembakaran Dasarata.
14. Barata menyusul Sri Rama agar
kembali menjadi raja, namun Sri Rama menolak, dan hanya terompahnya (sandal)
yang diberikan pada Barata.
15. Sri Rama, Shinta, dan Laksmana di
dalam hutan. Sri Rama dan Laksmana berperang melawan Wirata.
16. Cerita Sri Rama, Shinta, dan
burung gagak.
17. Raksasa perempuan bernama Sarpakenaka
(adik Rahwana) jatuh hati pada Sri Rama dan inginmenjadi istrinya.
18. Sri Rama menyusruh Sarpakenaka
menikah dengan Laksmana, namun ditolak.
19. Laksmana menunggui Shinta, Sri
Rama sedang mengejar Kijang Kencana.
20. Kijang kencana terkena panah Sri
Rama, dan kijang berubah menjadi raksasa Kalamerica (patih Rahwana) yang
menjerit mirip suara Sri Rama dan terdengar oleh Shinta.
21. Shinta di culik oleh Rahwana yang
menyamar menjadi seorang Brahmana.
22. Rahwana yang menculik Shinta
dihadang oleh Jatayu. Dalam perang itu Jatayu terluka parah.
23. Sebelum mati, Jatayu menyerahkan
cincin Shinta kepada Sri Rama.
24. Sri Rama dan Laksmana berperang
melawan Kabanda.
25. Sri Rama dan Laksmana berjumpa
dengan buaya jelmaan bidadari yang kena kutuk.
26. Sri Rama dan Laksmana bertemu
Hanoman.
27. Sri Rama dan Laksmana bertemu
Sugriwa.
28. Sri Rama memperlihatkan
kekuatannya.
29. Sugriwa dan Subali berperang.
30. Subali mati terkena panah Sri
Rama.
31. Sugriwa kembali menjadi raja.
32. Sri Rama, Laksmana, dan Sugriwa
berunding.
33. Mereka merundingkan siasat
perang.
34. Sugriwa meminta Sri Rama agar
memerintahkan Hanoman mencari Shinta.
35. Dayang-dayang memberitahu Shinta
dan Trijata bahwa ada seekor yang bersembunyi di taman sari.
36. Hanoman menghadap Shinta.
37. Hanoman ditangkap dan dihukum
bakar.
38. Hanoman dapat meloloskan diri dan
mengamuk membakar kota Alengka.
39. Hanoman menghadap Sri Rama
melaporkan hasil pengintaiannyan di Alengka.
40. Sri Rama marah pada Dewa Laut.
41. Pasukan kera membangun jembatan.
42. Sri Rama, Sugriwa, dan pasukan
kera berangkat menuju alengka melalui jembatan yang telah selesai dibuat.
Kelanjutan cerita Ramayana
terdapat pada bagian dalam langkan Candi Brahma.
1. Di Alengka, Sri Rama, Laksmana,
dan wisamitra merundingkan siasat perang, dan datang Wibisana (adik Rahwana)
yang bersumpah akan membantu Sri Rama.
2. Rama mengirim utusan untuk
meminta Shinta.
3. Anggada, utusan Sri Rama
tertangkap di Alengka. Daun telinganya dipotong untuk menghina Sri Rama.
4. Anggada menghadap Sri Rama. Sri
Rama sangat marah atas penghinaan Rahwana. Balatentara kera dengan senjata
lengkap menuju medan perang.
5. Hanoman, Laksamana, Sugriwa, rama
dan Wiswamitra menuju medan perang.
6. Dari angkasa, Inderajid, anak
rahwana melepaskan panah rantai yang erujud ular. Rama dan Laksamana yang
terbelit tak berdaya ditolong oleh burung Garuda yang memakan ular sampai
habis.
7. Rama dan Laksamana di medan
perang bertempur melawan raksasa yang dipimpin Rahwana dengan mengendarai
kereta terbang.
8. Kumbakarna dibangunkan dari
tidurnya untuk menjadi panglima perang. Kumbakarna menuju medan perang tetapi
bukan untuk membela Rahwana melainkan sebagai ksatria yang membela negaranya.
9. Kumbakarna dikerubut tentara kera
. rama melepas panah dan tepat mengenai Kumbakarna . Kumbakarna gugur sebagai
pahlawan.
10. Jenazah Kumbakarna disucikan dan
dianggap seagai pahlawan.
11. Sinta duduk di taman bersama
Trijata. Trijata memberitahu Sinta bahwa Alengka telah jatuh dan Rama telah
datang ke Alengka.
12. Rahwana tewas dalam perang .
Jenazahnya dikebumikan selir-selirnya.
13. Setelah Alengka jatuh dan Rahwana
tewas. Wiswamitra dan murid-muridnya hidup dengan tentram dan damai.
14. Rama bertemu Sinta, Laksamana dan
Wibisana menghadap. Wibisana dinobatkan menjadi raja di Alengka.
15. Laksamana dan Barata menghadap
Rama dan Shinta. Barata menyerahkan Ayodya kepada Rama. Rama menjadi Raja
Ayodya.
16. Rma duduk di singgasana
didampingi oleh Shinta yang sedang mengandung. Rama curiga pada kehamilan
Sinta.
17. Sinta dan Laksamana mengendarai
kereta menuju hutan. Laksamana diam-diam diperintahkan rama untuk mengasingkan
Sinta.
18. Di hutan, Laksamana dengan
terpaksa mengatkan kepada Sinta, kenapa dia diasingkan . Sinta sangat berduka.
19. Sinta hidup seorang diri di dalam
hutan. Sinta ditemani binatang-binatang buas.
20. Sinta bertemu dengan pertapa yang
bersedia menjaga keselamatannya.
21. Sinta melahirkan anak kembar,
diberi nama Lawa dan Kusa.
22. Di pertapaan diadakan upacara
kelahiran Lawa dan Kusa. Datang banyak ksatria mendoakan kedua bayi agar kelak
menjadi ksatria utama.
23. Sinta dan anak-anaknya mencari
buah-buahan.
24. Lawa dan Kusa rajin berlatih
perang dan memanah
25. Sinta wafat. Lawa dan Kusa berkabung.
Sang pertama membuka rahasia hidupnya bahwa anak Rama.
26. Kerajaan Ayodya mengadakan
perayaan Aswameda. Lawa dan Kusa sedang menuju Ayodya.
27. Lawa dan Kusa telah sampai di
kraton Ayodya. Keduanya dipanggil Rama karena mengetahui riwayat Rama.
28. Sang pertapa menghadap Rama, dan
menceritakan riwayat Sinta di dalam hutan sampai wafatnya.
29. Rama sangat menyesali
perbuatannya terhadap Sinta. Rama menebus dosanya dengan mengangkat Lawa
sebagai Raja Ayodya, dan Kusa sebagai Raja Muda. Rama hidup menjadi pertapa di
Gunung Mahameru.
30. Kraton ayodya mengadakan upacara
penobatan Raja lawa dengan pesta besar-besaran yang dihadiri para Brahmana dan
Pertapa.
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, dapat
disimpulkan bahwa pada dasarnya relief
pada Candi Penataran (Jawa Timur) dan Candi Prambanan (Jawa Tengah) ialah sama,
yaitu Relief Ramayana. Namun juga terdapat perbedaan tertentu antara kedua
relief tersebut. Diantaranya ialah:
No
|
Perbedaan
|
Ramayana Candi Penataran
|
Ramayana Candi Prambanan
|
1
|
Letak
|
Dipahatkan pada bagian luar badan
Candi utama
|
Dipahatkan pada bagian dalam pagar
langkan Candi Siwa dan Candi Brahma
|
2
|
Hiasan
|
Relief tokoh digambarkan di tengah – tengah awan atau batu karang
|
Relief tokoh tidak digambarkan di tengah – tengah awan atau batu karang
|
3
|
Bentuk pahatan manusia
|
Berbentuk agak kaku dan menyerupai wayang Bali
|
Berbentuk halus seperti manusia biasanya dengan gaya Helenisme
|
4
|
Proporsi tubuh relief
|
Tidak proposional, karena adanya beberapa relief tokohnya lebih besar
salah satu
|
Proposional, antara tokoh satu dengan tokoh lain dalam panil sama
proposinya
|
5
|
Arah membaca relief
|
Prasawija (tidak searah jarum jam atau mengirikan candi), dimulai dari
Barat Laut
|
Pradaksina (searah jarum jam atau menganankan candi), dimulai dari pintu
sebelah timur
|
6
|
Awal cerita
|
Dimulai dari kisah Hanoman Duta
|
Dimulai dari kisah lima Dewa yang menangis di hadapan Dewa Wisnu
|
7
|
Urutan cerita
|
Dipisahkan dengan motif medalion (motif tumbuhan berbentuk lingkaran)
|
Tidak dipisahkan dengan sebuah medalion, melainkan polosan
|
8
|
Relief tokoh Hanoman
|
Digambarkan berdiri tegak dan dalam wujud manusia, serta digambarkan
ekornya menjulang ke atas
|
Digambarkan tidak berwujud seperti manusia, melainkan seperti kera
biasanya
|
Lokapala, Brahmana, dan Dewata
Di seberang panel naratif
relief, di atas tembok tubuh candi di sepanjang galeri dihiasi arca-arca dan
relief yang menggambarkan para dewata dan
resi brahmana. Arca
dewa-dewa lokapala, dewa surgawi penjaga penjuru mata angin dapat
ditemukan di candi Siwa. Sementara arca para brahmana penyusun kitab Weda terdapat di candi Brahma. Di candi Wishnu
terdapat arca dewata yang diapit oleh dua apsara atau bidadari kahyangan.
Panil Prambanan: Singa dan Kalpataru
Di dinding luar sebelah
bawah candi dihiasi oleh barisan relung (ceruk) yang menyimpan arca singa
diapit oleh dua panil yang menggambarkan pohon hayat kalpataru. Pohon suci ini
dalam mitologi Hindu-Buddha dianggap pohon yang dapat memenuhi harapan dan
kebutuhan manusia. Di kaki pohon Kalpataru ini diapit oleh pasangan kinnara-kinnari (hewan
ajaib bertubuh burung berkepala manusia), atau pasangan hewan lainnya, seperti
burung, kijang, domba, monyet, kuda, gajah, dan lain-lain. Pola singa diapit
kalpataru adalah pola khas yang hanya ditemukan di Prambanan, karena itulah
disebut "Panil Prambanan".
Museum Prambanan
Di dalam kompleks taman
purbakala candi Prambanan terdapat sebuah museum yang menyimpan berbagai temuan
benda bersejarah purbakala. Museum ini terletak di sisi utara Candi Prambanan,
antara candi Prambanan dan candi Lumbung. Museum ini
dibangun dalam arsitektur tradisional Jawa, berupa rumah joglo. Koleksi yang tersimpan di museum ini adalah berbagai
batu-batu candi dan berbagai arca yang ditemukan di sekitar lokasi candi Prambanan;
misalnya arca lembu Nandi, resi Agastya, Siwa, Wishnu, Garuda, dan arca Durga
Mahisasuramardini, termasuk pula batu Lingga Siwa,
sebagai lambang kesuburan.
Replika harta karun emas temuan Wonoboyo yang
terkenal itu, berupa mangkuk berukir Ramayana, gayung, tas, uang, dan perhiasan
emas, juga dipamekan di museum ini. Temuan Wonoboyo yang asli kini disimpan
di Museum Nasional Indonesia di Jakarta. Replika model arsitektur beberapa
candi seperti Prambanan, Borobudur, dan Plaosan juga dipamerkan di museum ini.
Museum ini dapat dimasuki secara gratis oleh pengunjung taman purbakala
Prambanan karena tiket masuk taman wisata sudah termasuk museum ini.
Pertunjukan audio visual mengenai candi Prambanan juga ditampilkan disini.
6.
Aspek
Ikonografi
Terdapat banyak arca yang ditemukan di Candi Prambanan
seperti Dewa Siwa, Dewa Wisnu, Dewa Brahma, Dewa Ganesha, Dewi Durga, Andini,
Dewa Candra, dan Dewa Surya.
Arca Dewa Siwa yang terletak di bilik utama candi induk,
arca ini memiliki Lakçana (atribut
atau simbol) Siwa, yaitu chandrakapala (tengkorak di atas bulan sabit), jatamakuta (mahkota
keagungan), dan trinetra (mata ketiga) di dahinya. Arca ini
memiliki empat lengan yang memegang atribut Siwa, seperti aksamala (tasbih), camara (rambut ekor kuda pengusir lalat), dan trisula. Arca ini
mengenakan upawita (tali kasta) berbentuk ular naga (kobra). Siwa digambarkan mengenakan
cawat dari kulit harimau, digambarkan dengan ukiran kepala, cakar, dan ekor
harimau di pahanya. Arca ini berdiri di atas Padmasana (singgasana berbentuk bunga teratai). Sebagian sejarawan beranggapa bahwa arca Siwa ini
merupakan perwujudan raja Balitung sebagai
dewa Siwa, sebagai arca pedharmaan anumerta dia. Sehingga ketika raja ini
wafat, arwahnya dianggap bersatu kembali dengan dewa penitisnya yaitu
Siwa. Arca Siwa Mahadewa ini berdiri di atas lapik bunga padma di atas landasan persegi berbentuk yoni yang pada sisi utaranya terukir ular Nāga (kobra).
Selain Dewa Siwa terdapat arca Agastya yang berada di
relung sebelah selatan, dan memiliki ciri berdiri tegak di atas Padmasana (singgasana berbentuk bunga
teratai) yang berada di umpak
berbentuk yoni, berperut gendut/buncit, berkumis dan berjenggot, dan memiliki
dua tangan, tangan kanan diletakkan di depan dada dengan memegang aksamala
(tasbis), dan tangan kiri berada di pinggul beserta membawa kamandalu (kendi
air amerta). Di pundak kirinya terdapat camara (rambut ekor kuda pengusir lalat).
Di relung belakang atau barat candi utama terdapat arca
Ganesha, Ganesha merupakan Dewa Ilmu Pengetahuan dan anak Dewa Siwa. Arca ini
memiliki ciri berbadan manusia dan berkepala gajah, memiliki empat tangan dan
setiap tangan membawa laksana berupa, tangan kanan belakang membawa parasu
(kapak), tangan kiri belakang membawa aksamala (tasbih), di tangan kiri depan
memegang patahan gadingnya yang sebelah kanan, dan di tangan depan kanan
memegang mangkuk. Dimangkuk ini ujung belalainya dimasukakan ke dalam mangkuk
tersebut. Arca Ganesha duduk di atas Padmasana (singgasana berbentuk bunga
teratai). Sebagai tanda ia
adalah anak Dewa Siwa, pada mahkotanya terdapat simboltengkorak dan bulan sabit
(Ardhacandrakapala).
Di relung utara Candi induk terdapat arca Dewi Durga. Di
dalam cerita rakyat Prambanan, Durga Mahisasuramardini dianggap sebagai Roro
Jonggrang yang telah dikutuk oleh Bandung Bondowoso. Durga adalah dewi kematian
sehingga arcanya menghadap ke arah utara yang merupakan arah mata angin
kematian. Di gambarkan berwujud wanita bertangan delapan yang memegang beraneka
ragam senjata cakra (tangan kanan paling atas), gada (tangan kanan kedua dari
atas), anak panah (tangan kanan ketiga dari atas), perisai (tangan kiri kedua
dari atas), busur (tangan kiri ketiga dari atas), sankha (tangan kiri paling
atas), memegang ekor nandhi (tangan kanan paling bawah), dan memegang raksasa
(rambutnya) (tangan kiri paling bawah). Digambarkan berdiri diatas mehisa dalm
sikap trihanda (tiga gaya gerak yang membentuk tiga lekukan tubuh).
Di sebelah utara candi induk terdapat candi Wisnu yang
dimana Dewa Wisnu adalah dewa pemelihara. Dewa ini memiliki ciri berdiri tegak
di atas padmashana dan padmashana diatas yoni. Bertangan empat, dan
masing0masing membawa laksana, tangan kanan atas membawa cakra, tangan kiri
atas membawa , tangan kanan bawa memegang gada, dan tangan kiri bawah memegang
seperti lembaran kulit. Memakai mahkota dan dia merupakan salah satu dewa yang
selalu turun ke dunia dalam bentuk penjelmaan (awatara) untuk menjaga alam
semesta dari marabahaya. Awatara terkenal adalah Sri Rama dan Krishna.
Di depan candi induk terdapat dua relung, relung tersebut
diisi oleh Mahakala dan Nandiswara. Mahakala berada di sebelah kanan pintu
masuk, merupakan perwujudan Dewa Siwa yang digambarkan dalam bentuk kroda
(marah), dia digambarkan dengan roman muka yang menakutkan seperti raksasa dan membawa
gada. Sedangkan Nandiswara atay sering disebut Nandikeswara merupakan salah
satu pengiring Dewa Siwa.
Di depan candi induk terdapat candi wahana, candi wahana
ini merupakan kendaraan Siwa, kendaraan tersebut adalah Nandi. Nandi
digambarkan berupa sapi yang berpunuk dengan kondisi duduk. Selain itu juga
terdapat dua arca dibelakang Nandi yakni, Dewa Candra (Dewa Bulan) dan Dewa
Surya (Dewa Matahari). Dewa Candra digambarkan dengan berdiri tegak, bertangan
dua dan membawa laksana, seperti sankha ditangan kanannya, dan gada di tangan
kirinya. Selain itu juga digambarkan berdiri di atas kereta yang ditarik oleh
10 ekor kuda. Sedangkan Dewa Surya memiliki ciri berdiri tegak dan memiliki dua
tangan, kedua tangan terletak di depan perutnya dan menaiki kereta ditarik 7
kuda.
Selain dewa-dewa di atas juga terdapat dewa-dewa Lokapala
(dewa-dewa penjaga arah mata angin). Arca ini dipahatkan pada dinding kaki
candi, jumlahnya sebanyak 24 buah. Secara garis besar, nama-nama dan posisi
dewa-dewa Lokapala dapat digambarkan sebagai berikut:
Nama Dewa
|
Menjaga arah mata angin
|
Kuwera
|
Utara
|
Isana
|
Timur laut
|
Indra
|
Timur
|
Agni
|
Tenggara
|
Yama
|
Selatan
|
Niruti
|
Barat Daya
|
Baruna
|
Barat
|
Bayu
|
Barat laut
|
Selain arca juga terdapat keistimewaan tersendiri yang
hanya dimiliki oleh Prambanan, yakni Panil Prambanan. Panil ini dipahatkan di
antara bingkai bawah atas pagar langkan bagian luar kaki candi. Panil atau
Motif Prambanan, merupakan motif satu-satunya di Indonesia. Di dalam satu motif
Prambanan terdapat tiga relung yang berisikan tokoh singa dalam posisi duduk
dan diapit oleh dua phon kalpataru. Jumlah motif Prambanan berjumlah135 panil,
tersebar di Candi Siwa 32 panil, Candi Brahma 23 panil, Candi Wisnu 23 panil,
Candi Nandi 19 panil, Candi Garuda 19 panil, dan Candi Angsa 19 panil.
Wasalam..^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar